Saturday 2 February 2008

0

Fabel: Demonstrasi

  • Saturday 2 February 2008
  • Unknown
  • Share
  • Hutan kian panas. Ratusan rakyat di negeri hutan melakukan demonstrasi menggugat sang diktator dan penindas. Para demonstran, dari mulai hewan mamalia sampai reptilia, tak henti berteriak. Barisan kuda meneriakkan perlawanan terhadap penggusuran dan penguasaan lahan oleh negara. Kelompok kelinci dan kambing menggugat kacaunya distribusi makanan. Kumpulan monyet mengutuk tindak kekerasan dan penindasan militer pemerintah. Kaum burung menggugat illegal loging yang dilakukan sindikat konglomerat dan pejabat. Yang lainnya meneriakkan “tidak” terhadap corak pemerintahan diktatorial rezim sang gajah yang penuh kolusi dan nepotisme.

    Seperti di negeri manusia, di negeri hutan pun kenyataan si kaya dan si miskin tampak sekali. Masalah pun muncul: kalangan pejabat, pengusaha dan konglomerat beruang, singa dan sedikit badak, yang berlindung di bawah selangkangan rezim, mempunyai kebebasan menentukan budak-budak hewan belian dari golongan rakyat lemah. Mereka, budak-budak hewan belian itu, bukan saja tak dianggap hewan yang punya hak asasi, melainkan diperjualbelikan dan dikerja-paksakan seperti manusia.
    Dalam bidang politik, mereka terbagi menjadi empat golongan: golongan yang kuat dan sombong, golongan yang lemah dan tertindas, golongan penjilat dan golongan misterius. Setiap golongan itu bekerja seperti sebuah drama penindasan tak terlihat dibelakang perkasanya sebuah kekuasaan. Hal itu diam-diam membakar hati rakyat. Dari mulai bisik-bisik, dendam, umpatan, hujatan beberapa kelompok kecil dan akhirnya merencanakan sebuah demonstrasi besar-besaran.
    Puncaknya, rakyat hewan yang sebelumnya dibungkam dalam sebuah proses militerisasi represif dan terselubung, kini menghimpun kekuatan massa untuk melakukan demonstrasi dan perlawanan terhadap rezim. Hari demi hari aksi demonstrasi semakin besar. Dari sudut-sudut di antero hutan mulai ramai memuntahkan perlawanan. Bak mahasiswa di negeri manusia, mereka turun ke jalan. Kulit-kulit sapi kering yang di dunia manusia dipakai beduk, disana dijadikan media spanduk untuk menuliskan gugatan. Mereka meneriakkan perubahan dan bermuara pada teriakkan yang sama: Turunkan presiden gajah! Turunkan rezim gajah! Riuh demonstran menggetarkan hutan. Monyet marah. Kuda marah…
    Mereka mulai merangsak menuju wilayah sarang pemerintah yang selama ini takut mereka lakukan. Mereka pun di hadang militer pemerintah, dari mulai gajah, badak, dan kerbau yang berbaris jadi pagar betis. Dari para demonstran, kelompok kuda jadi lapis terdepan. Di paling belakang, kelinci-kelinci memasok batu, molotov dan makanan. Komentar mereka, marah bisa bikin lapar. Aktivis juga butuh makan dan minum. Keributan pun terjadi antara tentara dan para demonstran yang bersikukuh masuk wilayah istana. Tapi kaum aktivis, yang memakai kekuatan rakyat, sudah tak bisa dikalahkan. Para demonstran akhirnya bisa menjebol hadang tentara.
    Meski aksi demonstrasi sudah lama terjadi tetapi nun di dalam sana, di sarang pemerintah, keadaan masih tenang dan santai. Selama ini dianggap berkat militer yang berkerja dengan baik menghadang para demonstran. Seperti biasa, sang presiden gajah memasuki ruang rapat. Ia mulai berbicara dengan para menteri dan wakil presiden. Ia mulai menerima laporan. Satu persatu ditanya presiden, satu persatu memberikan laporan.
    “Jadi kesimpulannya, sejauh ini tidak ada gejolak dalam negeri. Semuanya aman, Pak, baik-baik saja…” Menteri gajah berkaca mata tebal memberi laporan.
    “Adakah ketidakpuasan di masyarakat?” tanya sang presiden gajah. Ia memutar belalainya, dan batuk-batuk. Wajahnya yang tua itu tampak pucat.
    “Semua terkendali, Pak. Rakyat mendukung 100% kinerja pemerintahan dibawah kepemimpinan Anda, ya kita. Bahkan hampir 100% rakyat akan mendukung Anda dalam pemilu tahun depan.”
    Hadirin rapat, yang semuanya gajah, bertepuk tangan meriah. Sang gajah manggut-manggut senang. Sesekali batuk-batuk. Setelah beberapa lamanya berbincang tentang agenda kunjungan kenegaraan ke luar negeri, sang presiden mulai berdiri hendak meninggalkan ruang rapat. Tapi tiba-tiba ia tersentak ketika mendengar keributan, ledakan dan teriakan-teriakan di luar istana. Dengan langkahnya yang berat dan ringkih, ia segera melihat dari jendela apa yang terjadi di luar istana.
    Betapa terkejut ia melihat aksi demonstrasi. Para menteri segera menemui sang presiden dan mengatakan: Tenang, Pak, tenang. Itu hanya pesta, atau atraksi kesenian rakyat, atau semacam simulasi…
    “Tidak, tidak. Itu demonstrasi!”
    “Tenang Pak. Anda lebih baik masuk kamar dan istirahat.”
    “Tidak bisa! Bagaimana saya bisa istirahat jika rakyat banyak menggugat! Lihatlah, mereka marah! Mengutuk saya! Apa yang terjadi selama ini?! Kenapa kalian sebagai pembantu-pembantu saya tak memberikan laporan-laporan objektif?!” Sang presiden menggeram. Mukanya merah dibakar marah. Para menteri, juru bicara, dan wakil presiden mencoba menenangkan sang presiden. Tapi keadaan bertambah buruk. Sang presiden marah besar. Ia ngamuk, dan tak lama kemudian megap-megap. Terkulai lemas. Sang presiden gajah terkena serangan jantung! Ia mati! Ia mati!
    Gemparlah seluruh orang di dalam istana. Para menteri gajah mulai kelabakan. Mereka takut para demonstran akan menyerang istana. Satu persatu mereka pun melarikan diri. Wakil presiden stress. Ia pun bunuh diri di samping mayat presiden. Ikut mati.
    Berita kematian sang presiden gajah dan wakilnya sampai di telinga para demonstran. Mereka sangat terkejut. Riuh demonstrasi mendadak diam. Senyap. Mereka saling pandang. Tak lama kemudian keriuhan meledak lagi. Suasana jadi kacau. Mereka pecah menjadi beberapa kelompok. Mendadak aksi demonstrasi berubah total menjadi aksi kampanye politik kelompok. Kalimat-kalimat gugatan serta perlawanan di spanduk kulit dihapus dan mulai diganti menjadi kalimat propaganda politik.
    “Saya siap jadi presiden!”
    “Saya siap jadi pengganti!”
    “Saya mau dicalonkan dalam pemilu!”
    “Saya juga mau dong!”
    “Saya juga!”
    Jerit pekik hewan bergemuruh saling berebut ingin jadi calon presiden, berebut ingin mengisi kekosongan kekuasaan. Kuda mencalonkan diri. Monyet mencalonkan diri. Kambing mencalonkan diri. Buaya juga…
    Jatinangor, 2 Februari 2008

    0 Responses to “Fabel: Demonstrasi”

    Post a Comment

    Subscribe