Saturday 10 March 2007
0
Puisi: Dik, Ini Juga Untukmu
Betapa ingin aku tetap berpaut denganmu
Seperti temali Tuhan di kerapuhan iman ini
Seperti napas Tuhan di urat leher kita
Seperti temali Tuhan di kerapuhan iman ini
Seperti napas Tuhan di urat leher kita
“Berjalanlah disampingku, sepenuh usia dan sendu.”
Lalu tibalah rindu ini di rumah-rumah hikmah
—tempat kita tak lelah memanen makna
dalam perbendaharaan peristiwa
Dan kitapun dipergilirkan
seperti musim dan warna cuaca yang
berubah-ubah, berganti-ganti
Disana, segala pertemuan akan menjadi seluas
pengetahuan dan perpisahan menjadi seraih pelajaran
Lalu tibalah rindu ini di rumah-rumah hikmah
—tempat kita tak lelah memanen makna
dalam perbendaharaan peristiwa
Dan kitapun dipergilirkan
seperti musim dan warna cuaca yang
berubah-ubah, berganti-ganti
Disana, segala pertemuan akan menjadi seluas
pengetahuan dan perpisahan menjadi seraih pelajaran
“Temani aku, Dik, sebab kita fana dilingkaran dunia.
Agar lebih keras kita bekerja dan lebih lembut
kita berharap.”
Agar lebih keras kita bekerja dan lebih lembut
kita berharap.”
Betapa ingin kuamalkan jiwa ini
sebelum aku lupa menghukumi diri
Sungguh, tak henti mesti kita hijrahkan diri ini
menuju Cinta
Tak henti, tak henti-henti bermanusia
sebelum aku lupa menghukumi diri
Sungguh, tak henti mesti kita hijrahkan diri ini
menuju Cinta
Tak henti, tak henti-henti bermanusia
Betapa ingin aku tetap berpaut denganmu, Adikku,
seperti puisi-puisi. Seperti doa-doa yang sunyi.
Cipadung, Maret 2007
seperti puisi-puisi. Seperti doa-doa yang sunyi.
Cipadung, Maret 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Responses to “Puisi: Dik, Ini Juga Untukmu”
Post a Comment